Breaking News

Lebih Baik Hitam Tapi Manis, Daripada Putih Tapi Racikan


Oleh : Imran Alwi. Fuad

Di era digital yang penuh dengan citra, penampilan sering kali menjadi tolok ukur pertama dalam menilai seseorang. Kulit putih dianggap sebagai standar kecantikan, sementara warna kulit yang lebih gelap sering kali diabaikan atau bahkan distigmatisasi. Namun, benarkah putih selalu lebih baik?

Kalimat sederhana tapi tajam, “Lebih baik hitam tapi manis daripada putih tapi racikan,” menyentil kesadaran kita. Ia bukan sekadar permainan kata, tapi refleksi dari realitas sosial—bahwa keaslian, karakter, dan kualitas jauh lebih penting daripada sekadar tampilan luar yang dipoles.

Hitam tapi manis berarti menerima jati diri, mencintai keaslian, dan tetap mampu memikat dengan kepribadian. Sementara putih tapi racikan menunjukkan upaya menutupi kekurangan dengan kepalsuan, demi mengejar validasi sosial.

Melalui foto dua sahabat yang tampil percaya diri dengan gaya khas mereka, tersirat pesan kuat bahwa kenyamanan menjadi diri sendiri adalah bentuk kecantikan yang sejati. Mereka tidak sedang berpura-pura. Mereka menunjukkan bahwa hidup ini bukan tentang siapa yang paling kinclong di luar, tapi siapa yang paling tulus dan hangat di dalam.

Dalam dunia yang serba instan ini, keaslian menjadi barang langka. Maka, mari kita belajar untuk mencintai yang "hitam tapi manis"—bukan dalam arti warna kulit semata, tapi sebagai simbol ketulusan, kekuatan karakter, dan kecantikan dari dalam.

Karena pada akhirnya, yang manis akan dikenang, bukan yang hanya tampak putih di permukaan.

Iklan Disini

Type and hit Enter to search

Close