Breaking News

Kritik Kenaikan Tunjangan DPR, Muncul Kekhawatiran Fasisme di Indonesia

PABAR.EXPOST.CO.ID, SURABAYA — Gelombang demonstrasi mahasiswa, buruh, dan aliansi masyarakat sipil yang berlangsung sejak 25 Agustus hingga 1 September kembali menyoroti kondisi demokrasi di Indonesia. Aksi protes dipicu wacana kenaikan tunjangan DPR yang dinilai tidak sejalan dengan kinerja wakil rakyat.

Unjuk rasa itu memicu bentrokan dengan aparat. Hingga kini, sedikitnya sembilan orang dilaporkan meninggal akibat tindakan represif. Namun, alih-alih merespons kritik, Presiden justru menuding aksi massa sebagai upaya pihak asing untuk memecah belah bangsa.

Pengamat menilai sikap tersebut berbahaya karena berpotensi menutup ruang demokrasi. Padahal, kebebasan menyampaikan pendapat dijamin oleh UU Nomor 9 Tahun 1998 sebagai bagian dari komitmen reformasi.

Fenomena ini memunculkan kekhawatiran menguatnya nasionalisme radikal yang menjelma menjadi fasisme. Dalam catatan sejarah, fasisme ditandai dengan kekuasaan yang terkonsentrasi pada elit, pengekangan oposisi, hingga tindakan brutal terhadap kemanusiaan.

“Jika menilik kondisi saat ini—pembakaran gedung DPRD di sejumlah daerah, penjarahan rumah pejabat, hingga pengesahan UU yang memperluas kewenangan militer—kita perlu waspada. Jangan sampai nasionalisme yang digaungkan justru menjadi selubung bagi praktik fasisme,” kata salah satu akademisi politik di Surabaya, pada Senin, 8 September 2025.

Kekhawatiran terbesar, menurut pengamat, adalah potensi diberlakukannya darurat militer. Jika itu terjadi, maka demokrasi Indonesia berada dalam ancaman serius, di mana kritik dianggap makar dan perbedaan dianggap ancaman terhadap negara. (Red) 

Iklan Disini

Type and hit Enter to search

Close