PABAR.EXPOST.CO.ID, FAKFAK – Wacana pengendalian distribusi dan konsumsi minuman keras (miras) kembali mengemuka di tengah masyarakat Papua, khususnya di Kabupaten Fakfak. Salah satu gagasan yang mencuat adalah pendekatan regulatif yang tidak melarang total penjualan miras, tetapi menerapkan kebijakan tarif pajak progresif dan harga terkontrol sebagai bentuk pengetatan distribusi.
Usulan ini muncul dari kelompok masyarakat sipil yang menginginkan adanya perdamaian dan kesejahteraan jangka panjang di Tanah Papua. Dalam skema yang diajukan, miras tetap diperbolehkan dijual, namun harus tunduk pada peraturan daerah (Perda) yang disepakati bersama oleh pemerintah daerah, DPRK, tokoh agama, tokoh adat, aparat TNI-Polri, dan para pelaku usaha minuman beralkohol.
Skema Harga Turun dan Pajak Naik
Gagasan pengaturan ini mengusulkan sistem harga miras yang turun secara bertahap setiap bulan, dengan tarif pajak yang meningkat secara progresif hingga mencapai 100 persen. Berikut rincian skemanya:
Golongan A: Harga awal Rp500.000 per botol, turun menjadi Rp400.000 bulan berikutnya, sementara pajak naik menjadi 50%. Selanjutnya, harga terus diturunkan hingga Rp300.000, dengan pajak naik hingga 55%. Proses ini terus berlanjut sampai pajak mencapai 100%.
Golongan B: Dari harga awal Rp400.000, turun menjadi Rp200.000, dengan pajak 50%. Bulan berikutnya harga menjadi Rp100.000 dengan pajak naik menjadi 70%, dan terus meningkat hingga mencapai pajak maksimum.
Golongan C: Harga dimulai dari Rp200.000 dan turun ke Rp100.000, sementara pajak naik dari 50% ke 70%, dan terus naik hingga 100%.
Minuman Lokal (Milo): Wajib ikut dalam skema yang sama, dengan ketentuan harga bisa mencapai di bawah Rp10.000, bahkan hingga Rp5.000 per botol, namun tetap dikenakan pajak yang meningkat setiap bulan.
Dukungan Meluas dan Transparansi Informasi
Regulasi ini, menurut pengusul, harus dituangkan dalam bentuk Perda yang disahkan oleh Bupati dan DPRK, serta melibatkan semua unsur pemangku kepentingan. Setiap kesepakatan dan penetapan aturan wajib ditandatangani dan disosialisasikan secara luas kepada masyarakat.
Selain itu, informasi tentang harga dan pajak miras setiap bulan harus dipasang secara terbuka di seluruh tempat penjualan miras. Pemerintah daerah juga diminta menyediakan nomor pengaduan publik bagi masyarakat yang menemukan pelanggaran harga maupun penjualan ilegal tanpa izin.
Sanksi Tegas bagi Pelanggar
Dalam rancangan tersebut, setiap penjual miras yang menjual di luar ketentuan harga resmi akan dikenakan denda 100% di luar pajak. Sementara penjual tanpa izin resmi juga akan dikenai sanksi serupa, termasuk pembayaran pajak maksimal sesuai kategori miras yang dijual.
Seruan Moral: Demi Papua yang Damai
Pengusul kebijakan ini menyatakan bahwa pendekatan semacam ini diyakini akan berdampak pada pengurangan peredaran miras secara alami, karena harga jual yang semakin murah berbanding terbalik dengan pajak yang kian memberatkan. Hal ini diharapkan bisa mendorong para penjual untuk menghentikan distribusi miras secara sukarela.
"Jika kita ingin Papua damai sampai Tuhan datang, maka kita harus menghentikan konsumsi minuman keras. Harus ada regulasi yang tegas untuk penjual, demi masa depan generasi kita," tulis pernyataan dari kelompok masyarakat yang menamakan diri “Anak Pulau”.
Pernyataan ini juga diakhiri dengan ajakan kepada seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk merenungkan dampak jangka panjang dari peredaran miras di Papua.
“Tuhan memberkati kita semua,” demikian penutup seruan moral tersebut.
Social Footer